sudah satu jam dia berlari. jalanan becek berlumpur, bajunya basah kuyup, nafasnya tersengal mengepul putih. dini hari yang sangat buruk.
dia berlari menuju kota, menuju keramaian. namun sekarang bukan malam minggu, jalanan beraspal sudah dicapainya. basah, hitam, dingin. dan kosong, kosong itu buruk, dia tidak boleh terlihat berada di tengah jalan. larinya diperlambat, namun jantungnya memburu seakan merobek dadanya. ia merapat naik ke trotoar, tubuhnya dibungkukkan berlari sesunyi mungkin, sambil mencari tempat yang kira-kira aman untuk bersembunyi dan istirahat sejenak. tapi keberuntungan sangat jarang berpihak padanya, dia juga sudah tidak berharap pada keberuntungannya. tidak ada suara lain yang terdengar selain suara jantungnya, tapi bukan berarti ada ijin untuk merasa aman. ia terus memperhatikan sekelilingnya. dan ternyata dewa keberuntungan sedang lalai sehingga satu keberuntungan jatuh padanya. jendela dapur masih terbuka di rumah seberang!
ia berhenti sejenak, mengamati keadaan, menengok ke ujung kanan dan ujung kiri jalan. basah, hitam, dingin dan kosong. jantungnya sudah sedikit lebih tenang, namun pikirannya belum bisa merasa aman. jendela dapur itu tampak menjanjikan keamanan, ia harus menyebrang secepat mungkin. tapi makhluk itu bisa saja memperhatikan dia dari ujung jalan, entah ujung yang mana. sekali lagi matanya mengawasi sekelilingnya, lalu dengan tiga lompatan besar nyaris tak bersuara ia berhasil sampai ke seberang. ditajamkannya pendengarannya, tak terdengar suara apapun. lalu dengan perlahan ia balikkan tubuhnya, dan makhluk itu berdiri persis di hadapannya. diam, tanpa suara. ternyata keberuntungan tidak pernah jatuh padanya.
No comments:
Post a Comment